1.
Whistle Blowing
Whistle
Blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Whistle Blowing berkaitan dengan kecurangan yang merugikan
perusahaan sendiri maupun pihak lain.
Hal ini merupakan
isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu tersebut
maupun organisasi yang dilaporkan
(Vinten, 1994). Menurut Vardi dan Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan
menyimpang karena menyalahi aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus
dipatuhi oleh semua pekerja. Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini
dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap perusahaan.
Whistle
Blowing dalam perusahaan dapat disebut sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi
perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan
kepedulian terhadap kesuksesan perusahaan
itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle
blowing yang bersifat “pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku
menyimpang tipe D karena ada usaha
untuk menyebabkan suatu bahaya.
Whistle
Blowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.
Whistle Blowing Internal
Whistle Blowing
internal terjadi ketika seseorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian
melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi
utama whistle burning adalah motivasi
moral demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut.
b.
Whistle Blowing Eksternal
Whistle blowing
eksternal menyangkut kasus di mana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang
dilakukan perusahaannya lalu membocorkan kepada masyarakat karena dia tahu
bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Contohnya manipulasi kadar
bahan mentah dalam formula suatu produk. Motivasi utamanya adalah mencegah
kerugian bagi masyarakat atau kosumen.
2. Alasan
terjadinya Whistle Blowing
Perilaku
Whistle Blowing berkembang atas beberapa alasan, sebagai berikut :
a.
Pergerakan
dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan,
keahlian, dan kepedulian sosial dari para pekerja
b.
Keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi
yang intensif dan menjadi penggerak informasi.
c.
Akses informasi dan kemudahan berpublikasi
menuntun whistle blowing sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran
perekonomian ini (Rothschild & Miethe, 1999).
Perilaku Whistle Blowing dapat
terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi,
mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat dalam
organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial
dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya whistle
blowing.
3. Creative
Accounting
Creative
Accounting adalah usaha yang dilakukan manajemen perusahaan dalam mendongkrak laba
perusahaan dengan melakukan modifikasi data keuangan yang ada pada laporan
keuangan melalui cara-cara yang kreatif. Cara-cara tersebut dapat berupa
manipulasi terhadap data akuntansi atau mencari celah-celah yang ada pada
standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Creative
Accounting adalah semua proses di mana beberapa pihak menggunakan kemampuan
pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik, dll) dan
menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd,
1999).
Creative
Accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan
keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan.
Tujuan khas Creative Accounting akan mengembang angka keuntungan.
Beberapa perusahaan juga dapat mengurangi melaporkan laba di tahun-tahun yang
baik untuk hasil yang halus. Aktiva dan kewajiban juga dapat dimanipulasi, baik
untuk tetap dalam batas-batas seperti perjanjian utang, atau untuk
menyembunyikan masalah.
Seiring dengan
perubahan standar akuntansi, teknik yang akan bekerja berubah. Banyak perubahan
dalam standar akuntansi dimaksudkan untuk memblokir rekening tertentu dengan
cara memanipulasi, yang berarti mereka bermaksud Creative Accounting perlu
menemukan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Pada saat yang sama,
perubahan lainnya, berniat baik, dalam standar akuntansi membuka peluang baru
untuk Creative Accounting (penggunaan nilai wajar adalah contoh yang baik dari
ini). Pihak-pihak yang terlibat didalam proses Creative Accounting, seperti manajer,
pemerintah, asosiasi industri, dll.
Creative
Accounting pada dasarnya berarti permainan angka-angka dalam laporan keuangan.
Creative Accounting dapat bersifat positif maupun negatif, namun
kecenderungannya saat ini banyak orang menganggap Creative Accounting sebagai
tindakan ilegal karena memang ditujukan untuk perbuatan melawan hukum.
Alasan
melakukan Creative Accounting
Ada empat
alasan mengapa para praktisi akuntansi melakukan Creative Accounting :
a.
Perlakuan
akuntansi yang bervariasi
Perlakuan
akuntansi yang bervariasi bersumber dari
fleksibilitas pelaporan keuangan karena standar akuntansi mengijinkan melakukan
itu. Berdasarkan standar, perusahaan dapat memilih dan menerapkan beberapa
model pengukuran secara fleksibel. Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak
dalam bidang usaha yang sama mungkin menyajikan laporan yang berbeda. Demikian
juga dengan transaksi-transaksi keuangan dan kondisi ekonomi yang ada tidak
selalu sama sehingga bisa digunakan model pengukuran yang berbeda, bahkan untuk
perusahaan sejenis sekalipun. Beberapa contoh fleksibilitas ini yaitu : penentuan biaya persediaan (FIFO dan Average),pengakuan
pendapatan (tunai, cicilan, atau tingkat penyelesaian), uji penurunan nilai
(standar memberikan pilihan untuk menilai penurunan nilai) dan estimasi provisi
(tergantung pada pertimbangan manajemen).
b.
Penerapan prinsip akuntansi yang agresif
Terkadang
perusahaan menerapkan PSAK secara agresif agar kinerja laporan keuangannya
terlihat lebih menarik dan bagus, bukan menggunakan PSAK yang fleksibel untuk menyajikan laporan keuangan
yang wajar. Beberapa prakteknya antara lain: over-estimasi dalam biaya
restrukturisasi perusahaan, memainkan tingkat persentase penyelesaian pekerjaan
dan menangguhkan biaya proyek dan menghapus utang usaha.
c.
Manajemen laba
Untuk alasan
manajemen laba, entitas berusaha menampilkan laba yang konsisten atau stabil di
setiap periode pelaporan. Manajemen laba bisa dilakukan dengan menunda atau
mempercepat pendapatan atau beban tergantung pada kondisi saat itu.
d.
Pelaporan keuangan yang menyimpang
Perusahaan
seringkali menyajikan laporan keuangan yang menyimpang yang disebabkan oleh
beberapa alasan, yaitu antara lain: tingginya target yang diberikan pemegang
saham, kebijakan ketat yang diatur regulator, dll. Untuk alasan terakhir inilah banyak manajemen
perusahaan akhirnya melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum.
4. Fraud
Accounting
Menurut Allison
(2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Accounting mendefinisikan kecurangan
(Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan
keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya
tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan
kesemapatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap
tindakan tersebut.
Karakteristik kecurangan
akuntansi menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing,
dilihat dari pelaku Fraud maka secara garis besar kecurangan dapat digolongkan
menjadi dua jenis di pihak perusahaan, yaitu :
a.
Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu
salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements
arising from fraudulent financial reporting). Kecurangan pelaporan keuangan
biasanya dilakukan karena adanya dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi
kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan
keuangan lebih dikenal dengan istilah irregulatities (ketidakberesan).
b.
Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah
saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from
misappropriation of assets). Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan
karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva
meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan
tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan
aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan
dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan
serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah
: penggelapan terhadap penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark-up
harga, transaksi tidak resmi.
5. Contoh
kasus Fraud Accounting
Terungkapnya kasus
mark-up laporan keuangan PT. Kimia Farma yang overstated, yaitu adanya
penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp 32,668 M (karena laporan
keuangan yang seharusnya Rp 99,594 M ditulis Rp 132 M). Kasus ini melibatkan
sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor perusahaan tersebut ke
pengadilan, meskipun KAP tersebut yang berinisiatif memberikan laporan adanya
overstated (Tjager dkk., 2003). Dalam kasus ini terjadi pelanggaran terhadap
prinsip pengungkapan yang akurat (accurate disclosure) dan transparansi
(transparency) yang akibatnya sangat merugikan para investor, karena laba yang
overstated ini telah dijadikan dasar transaksi oleh para investor untuk
berbisnis.
Sumber
Referensi :
https://blogtiara.wordpress.com/2010/11/26/etika-dalam-akuntansi-creative-accounting-fraud-auditing/