Sabtu, 15 November 2014

Tugas 3 Etika Profesi Akuntansi

1.       Whistle Blowing
Whistle Blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Whistle Blowing berkaitan dengan kecurangan yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain.

Hal ini merupakan isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu tersebut maupun organisasi  yang dilaporkan (Vinten, 1994). Menurut Vardi dan Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan menyimpang karena menyalahi aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja. Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap perusahaan.

Whistle Blowing dalam perusahaan dapat disebut sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan kepedulian terhadap kesuksesan  perusahaan itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle blowing yang bersifat “pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku menyimpang tipe D karena ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya.

Whistle Blowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.       Whistle Blowing Internal
Whistle Blowing internal terjadi ketika seseorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi utama whistle burning adalah motivasi moral demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut.

b.      Whistle Blowing Eksternal
Whistle blowing eksternal menyangkut kasus di mana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannya lalu membocorkan kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Contohnya manipulasi kadar bahan mentah dalam formula suatu produk. Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau kosumen.


2.       Alasan terjadinya Whistle Blowing
Perilaku Whistle Blowing berkembang atas beberapa alasan, sebagai berikut :
a.        Pergerakan dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan, keahlian, dan kepedulian sosial dari para pekerja
b.      Keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak informasi.
c.       Akses informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini (Rothschild & Miethe, 1999).

Perilaku Whistle Blowing dapat terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi, mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya  whistle blowing.


3.       Creative Accounting
Creative Accounting adalah usaha yang dilakukan manajemen perusahaan dalam mendongkrak laba perusahaan dengan melakukan modifikasi data keuangan yang ada pada laporan keuangan melalui cara-cara yang kreatif. Cara-cara tersebut dapat berupa manipulasi terhadap data akuntansi atau mencari celah-celah yang ada pada standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Creative Accounting adalah semua proses di mana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999).

Creative Accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan. Tujuan khas Creative Accounting akan mengembang angka keuntungan. Beberapa perusahaan juga dapat mengurangi melaporkan laba di tahun-tahun yang baik untuk hasil yang halus. Aktiva dan kewajiban juga dapat dimanipulasi, baik untuk tetap dalam batas-batas seperti perjanjian utang, atau untuk menyembunyikan masalah.

Seiring dengan perubahan standar akuntansi, teknik yang akan bekerja berubah. Banyak perubahan dalam standar akuntansi dimaksudkan untuk memblokir rekening tertentu dengan cara memanipulasi, yang berarti mereka bermaksud Creative Accounting perlu menemukan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Pada saat yang sama, perubahan lainnya, berniat baik, dalam standar akuntansi membuka peluang baru untuk Creative Accounting (penggunaan nilai wajar adalah contoh yang baik dari ini). Pihak-pihak yang terlibat didalam proses Creative Accounting, seperti manajer, pemerintah, asosiasi industri, dll.

Creative Accounting pada dasarnya berarti permainan angka-angka dalam laporan keuangan. Creative Accounting dapat bersifat positif maupun negatif, namun kecenderungannya saat ini banyak orang menganggap Creative Accounting sebagai tindakan ilegal karena memang ditujukan untuk perbuatan melawan hukum.

Alasan melakukan Creative Accounting
Ada empat alasan mengapa para praktisi akuntansi melakukan Creative Accounting :

a.        Perlakuan akuntansi yang bervariasi
Perlakuan akuntansi yang bervariasi  bersumber dari fleksibilitas pelaporan keuangan karena standar akuntansi mengijinkan melakukan itu. Berdasarkan standar, perusahaan dapat memilih dan menerapkan beberapa model pengukuran secara fleksibel. Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang sama mungkin menyajikan laporan yang berbeda. Demikian juga dengan transaksi-transaksi keuangan dan kondisi ekonomi yang ada tidak selalu sama sehingga bisa digunakan model pengukuran yang berbeda, bahkan untuk perusahaan sejenis sekalipun. Beberapa contoh fleksibilitas ini yaitu :  penentuan biaya persediaan (FIFO dan Average),pengakuan pendapatan (tunai, cicilan, atau tingkat penyelesaian), uji penurunan nilai (standar memberikan pilihan untuk menilai penurunan nilai) dan estimasi provisi (tergantung pada pertimbangan manajemen).

b.      Penerapan prinsip akuntansi yang agresif
Terkadang perusahaan menerapkan PSAK secara agresif agar kinerja laporan keuangannya terlihat lebih menarik dan bagus, bukan menggunakan PSAK yang  fleksibel untuk menyajikan laporan keuangan yang wajar. Beberapa prakteknya antara lain: over-estimasi dalam biaya restrukturisasi perusahaan, memainkan tingkat persentase penyelesaian pekerjaan dan menangguhkan biaya proyek dan menghapus utang usaha.

c.       Manajemen laba
Untuk alasan manajemen laba, entitas berusaha menampilkan laba yang konsisten atau stabil di setiap periode pelaporan. Manajemen laba bisa dilakukan dengan menunda atau mempercepat pendapatan atau beban tergantung pada kondisi saat itu.

d.      Pelaporan keuangan yang menyimpang
Perusahaan seringkali menyajikan laporan keuangan yang menyimpang yang disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu antara lain: tingginya target yang diberikan pemegang saham, kebijakan ketat yang diatur regulator, dll.  Untuk alasan terakhir inilah banyak manajemen perusahaan akhirnya melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum.


4.       Fraud Accounting
Menurut Allison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Accounting mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesemapatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Karakteristik kecurangan akuntansi menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing, dilihat dari pelaku Fraud maka secara garis besar kecurangan dapat digolongkan menjadi dua jenis di pihak perusahaan, yaitu :

a.       Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena adanya dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregulatities (ketidakberesan).

b.      Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets). Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah : penggelapan terhadap penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark-up harga, transaksi tidak resmi.


5.       Contoh kasus Fraud Accounting
Terungkapnya kasus mark-up laporan keuangan PT. Kimia Farma yang overstated, yaitu adanya penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp 32,668 M (karena laporan keuangan yang seharusnya Rp 99,594 M ditulis Rp 132 M). Kasus ini melibatkan sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor perusahaan tersebut ke pengadilan, meskipun KAP tersebut yang berinisiatif memberikan laporan adanya overstated (Tjager dkk., 2003). Dalam kasus ini terjadi pelanggaran terhadap prinsip pengungkapan yang akurat (accurate disclosure) dan transparansi (transparency) yang akibatnya sangat merugikan para investor, karena laba yang overstated ini telah dijadikan dasar transaksi oleh para investor untuk berbisnis.


Sumber Referensi :