1. Tahap
pengembangan moral Lawrence Kohlberg
Perkembangan
merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat),
yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan
sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku
moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.
Seperti dalam proses perkembangan yang lainnya, proses perkembangan sosial dan
moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan
sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar
sosial), baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat.
Salah satu
teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg. Lawrence Kohlberg
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20
tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak.
Dalam
wawancara, anak-anak diberikan serangkaian cerita di mana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema-dilema moral. Bagaimana anak-anak dalam menyikapi setiap
cerita yang dilakukan oleh masing-masing tokoh dalam cerita yang disampaikan
oleh Kohlberg. Berikut ini adalah salah satu cerita dilema Kohlberg yang palin
populer dalam buku Life Span Development oleh John W. Santrok pada tahun 2002 :
Di Eropa seorang
perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat yang
menurut dokter dapat dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis
radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama.
Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya
sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan
satu dosis kecil obat ia membayar 200 dollar dan menjualnya 2000 dollar. Suami
pasien perempuan, Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam
uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dollar atau hanya setengah dari
harga obat tersebut. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan
memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau
memperbolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata,
“tidak, Aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz
menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.
Cerita ini
adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak
menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral.
Haruskan Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah?
Mengapa? Apakah tugas suami untuk mencuri
obat bagi istrinya kalau ia tidak mendapatkannya dengan cara lain? Apakah
apoteker memiliki hak untuk mengenakan harga semahal itu walaupun tidak ada
suatu aturan hukum yang membatasi harga? Mengapa atau mengapa tidak?
Berdasarkan
penalaran di atas Kohlberg kemudian merumuskan tiga tingkat perkembangan moral,
yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci dari teori
Kohlberg, ialah internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara
internal.
Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional
Penalaran
prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi
nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman eksternal
Tahap 1 : Orientasi
hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa
menuntut mereka untuk taat.
Tahap 2:
Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini
penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak
taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik
adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang
dianggap menghasilkan hadiah.
Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran
konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah. Seorang
menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orang tua atau masyarakat.
Tahap 3:
Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,
kepeduliaan, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar
moral orang tuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki yang baik.
Tahap 4:
Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas
pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran
pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudain memutuskan berdasarkan suatu
kode moral pribadi.
Tahap 5:
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang
mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum
penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting
dari pada hukum.
Tahap 6:
Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan
suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila
menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara
hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
2. Yang
menentukan tingkatan intensitas masalah etika :
a.
Etika atau moral pribadi yaitu yang memberikan
teguran tentang baik atau buruk, yang sangat tergantung kepada beberapa faktor
antara lain pengaruh orang tua, keyakinan agama, budaya, adat istiadat, dan
pengalaman masa lalu.
b.
Etika profesi, yaitu serangkaian norma atau
aturan yang menuntun perilaku kalangan profesi tertentu.
c.
Etika organisasi yaitu serangkaian aturan dan
norma yang bersifat formal dan tidak formal yang menuntun perilaku dan tindakan
anggota organisasi yang bersangkutan.
d.
Etika sosial, yaitu norma-norma yang menuntun perilaku dan
tindakan anggota masyarakat agar keutuhan
kelompok dan anggota masyarakat selalu terjaga atau terpelihara.
3. Jenis-jenis
penyimpangan di tempat kerja :
a. Penyimpangan Produksi
Perilaku tidak
etis dengan merusak mutu dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang lebih awal,
beristirahat lebih lama, sengaja bekerja lamban, sengaja membuang-buang sumber
daya.
b. Penyimpangan Hak Milik
Perilaku tidak
etis terhadap harta milik perusahaan. Misalnya: menyabot, mecuri atau merusak
peralatan, mengenakan tarif jasa yang lebih tinggi dan mengambil kelebihannya,
menipu jumlah jam kerja, mencuri dari perusahaan lain.
c. Penyimpangan Politik
Yaitu menggunakan
pengaruh seseorang untuk merugikan orang lain dalam perusahaan. Misalnya:
mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih dan bukan kinerja, menyebarkan
kabar burung tentang rekan kerja, menuduh orang lain atas kesalahan yang tidak
dibuat.
d. Penyerangan Pribadi
Merupakan sikap
bermusuhan atau perilaku menyerang terhadap orang lain. Seperti: pelecehan
seksual, perkataan kasar, mencuri dari rekan kerja, mengancam rekan kerja
secara pribadi.
Sumber Referensi :