Jumat, 09 Maret 2012

Menambah Nilai Batok Kelapa

Aneka kerajinan dari batok kelapa


Umumnya, batok kelapa menjadi sampah.Walaupun dimanfaatkan, paling-paling untuk bahan bakar pengganti kayu. Namun di tangan Nur Taufik, laki-laki yang berumur 37 tahun, warga Dusun Santan, Guwosari, Pajangan, Bantul, DI Yogyakarta, batok kelapa diubah menjadi aneka peralatan rumah tangga. Batok kelapa pula yang mengantarkannya menjadi pengusaha sukses.

Cerita sukses Taufik berawal ketika lulus SMA tahun 1992. Sebagian besar temannya memilih merantau ke Tangerang menjadi buruh pabrik.Taufik tak mau mengikuti jejak temannya. Dalam benaknya, ia tidak pernah mau menjadi buruh yang harus menuruti majikan. Ia ingin membuka usaha sendiri .
Gagasan mengolah batok kelapa datang setelah ia menerima hiasan dinding dari tetangganya. Dari hiasan itu, Taufik mulai berpikir ternyata batok kelapa bisa dimanfaatkan. Taufik memutar otak untuk memikirkan apa lagi yang dapat dibuat dari batok kelapa akhir April 2010 lalu.  Ia mencoba membuat gantungan kunci. Tetangga banyak yang mencibir karena kerajinan batok dilihat tidak punya nilai jual. Cibiran itulah yang menginspirasinya menamai usahanya dengan  nama Cumplung Aji. Nama tersebut diambil dari kata cumplung yang berarti batok kelapa yang jatuh ke tanah setelah dimakan tupai. Sedangkan aji berarti mempunyai nilai.
gantungan kunci dari batok kelapa
gantungan kunci sandal
aneka macam gantungan kunci

 Sekitar seratus gantungan kunci lalu dibawa ke Malioboro untuk ditawarkan.  Para pedagang kaki lima hanya menawarnya Rp 300 per unit, sementara biaya produksinya Rp 500 per unit. Umumnya konsumen lokal belum memandang karya seni dalam batok kelapa. Mereka masih melihatnya sebagai limbah sehingga tawaran harganya murah. Taufik tak mau rugi. Ia mencari pasar lain untuk memasarkan hasil karyanya.

“Kakak saya yang kuliah di Universitas Islam Indonesia mengusulkan agar gantungan kunci itu dititip di koperasi kampusnya. Saya lalu menambahkan  sedikit sablon yang berisi nama jurusan atau fakultas. Di luar dugaan, ternyata banyak yang tertarik dengan harga Rp 700 per unit“ katanya. Ada margin Rp 200 per unit.

Ikut Pameran

Tahun 1993, Taufik memutuskan melanjutkan studi di Fakultas Peternakan Universitas Wangsa Manggala. Selama kuliah, naluri bisnisnya justru semakin kuat. Tak hanya di koperasi kampus, ia mulai menitipkan barangnya ke tempat pameran kerajinan di Kasongan.  Menurutnya, produk olahan batok kelapa kurang mendapat tempat di kalangan masyarakat Indonesia. Ia berusaha membidik pasar asing dengan mengikuti pameran di Hotel Ambarrukmo dan Hotel Garuda pada tahun 2004. “Dari usaha itu saya langsung dapet order 300 tempat sabun,” katanya.
Pesanan dalam partai besar membuatnya makin bergairah. Tahun 1995 ia mengikuti kegiatan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) di Benteng Vredenburg. Saat itu ia memamerkan patung batok kluntung sebagai penggantibel di rumah-rumah. Dari pameran-pameran tersebut, pesanan yang diterima makin banyak. Pesanan untuk luar negeri pertama kali ia terima tahun 1996, yakni 700 unit alat musik maracas (alat musik samba) ke Kanada. Satu unit dihargai Rp 8.000 dan pesanan tersebut berlanjut ke tahun berikutnya sebanyak 10.000 maracas.  
alat musik marakas dari batok kelapa

Kini setidaknya sudah ada 200 jenis barang yang ia buat dari batok kelapa. Jenisnya aneka ragam, seperti gelas, asbak, tas dan sendok. Harga jualnya berkisar Rp 1.500-Rp 60.000 per unit. Untuk mengolah batok kelapa menjadi aneka peralatan rumah tangga, Taufik dibantu 12 karyawan tetap dan 15 tenaga borongan. Semuanya masih tetangga sekitar rumahnya. Peralatan pendukungnya sekitar 20 mesin bubut.
tas dari batok kelapa
aneka pajangan dari batok kelapa
teko dari batok kelapa
cangkir dari batok kelapa
lampu hias dari batok kelapa

Taufik ingin rezekinya juga dinikmati tetangga sekitar. Apalagi banyak pengangguran di dusun Taufik. Taufik berniat membangun sentra  usaha batok kelapa di dusunnya. Niatnya itu muncul karena banyaknya pesanan yang masuk sehingga ia kewalahan memenuhinya. Tahun 2000, pesanan dari Jepang terpaksa ditolak karena jumlahnya sangat besar , yakni 80.000 unit tiap tiga bulan. “Saya tidak sanggup memenuhi permintaan sebanyak itu. Ada delapan jenis barang yang mereka minta. Sebagian besar untuk tempat makanan cepat saji, jadi pemakaiannya sekali langsung buang,” katanya.
Sudah ada 30 tetangganya yang diberi pelatihan khusus. Setelah menguasai teknik pemanfaatan batok kelapa, mereka bisa memproduksi sendiri. Hasilnya bisa langsung Taufik tampung sehingga mereka tidak repot-repot mencari pasar. Taufik ingin melihat tetangganya ikut maju, tetapi sayangnya sulit sekali mengajak mereka. Mereka lebih suka menjadi buruh pabrik. Saat ini omset Taufik sekitar Rp 90 juta per bulan dengan margin keuntungan sekitar 30%. Untuk mendapatkan bahan baku, ia mengambil dari Kulon Progo dan daerah luar Jawa, seperti Jambi dan Lampung.  Pangsa pasar produk kerajinan Cumplung Aji  75% ke pasar internasional, yakni Perancis dan Amerika Serikat. Sedangkan 25% sisanya ke pasar lokal.

Sumber : Passion to Progress. Potret Semangat Juang Angkatan Kerja Wirausahawan  Indonesia.  Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, KEMENTRIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI.

2 komentar:

  1. so inspiring!!!! bisa disertakan nomor kontaknya ngga si mas taufiq ini? saya mau belajar lebih banyak :D

    BalasHapus
  2. Wahh artikelnya bagus dan bermanfaat banget nih
    Kunjungi juga www.smartkiosku.com atau www.serbamultimedia.com

    BalasHapus